3 Hubungan Tidak Baik Antara Binatang Dengan Gue

April 04, 2015

...



Tiap manusia normal pasti punya suatu hubungan tertentu terhadap binatang. Entah itu hubungan baik, buruk, pertemanan, hingga pernikahan. Yang terakhir kayaknya berlebihan.

Begitu juga dengan gue. Gue punya hubungan tidak baik [mengerikan] terhadap beberapa hewan yang berlaku hingga sekarang;

SATU
Anjing. Hubungan tidak baik gue dengan anjing bermula saat gue berumur SD kelas 3. Di suatu sore. Gue, Afif, Faza, dan Ena [temen sekitar rumah] pergi bermain ke sebuah lapangan. Disana mereka bermain sepak bola. Karena gue gak bisa main bola (sewaktu SD gue emang cowok pendek-ingusan-nan-cemen), gue hanya duduk termangu di bawah mistar gawang sambil nyakar-nyakar rumput, galau-in ranger kuning yang akhirnya jadian sama ranger biru, bukannya merah. Gue sedih. Gue kecewa. Iya.., gue melankolis sejak lahir.

Percaya atau nggak. Tiba-tiba langit jadi kelabu, burung-burung terbang memutar membentuk lingkaran dengan persamaan x2 + y2 −4x + 2y − 4 = 0. Lalu Ena berlari dari samping, gue liatin dia dengan wajah heran, dia natap gue, lalu njerit.., ‘AAASSUUUU!!!!’. Gue marah. Gue lempar sandal. Kena kepala dia. Dia jatoh. Gue ketawa. Dia njerit ‘AASSUUU!!!’ Sambil menunjuk kebelakang gue. Baru gue sadar ternyata emang ada Anjing BENERAN sedang lari menghampiri gue. Gue panik. Gue njerit ‘AAASUUU!!’, ‘Iya, itu asu!’ kata Afif, membenarkan. Si anjing nyaut ‘GGAAUGH!’. Gue tetep panik. Gak mau kalah sama si anjing, gue ikut nyaut (lagi) ‘AAASSSUU!!’ ‘Lari bego!’ teriak Faza. Gue lari, tapi salah.




Alhasil, gue yang dikejar sama Anjing itu. Gue takut. Napas gue ngos-ngosan. Perut jadi mules. Gue nyanyi bintang kejora. Gak ngaroh, bego. Gue berdo’a minta keajaiban supaya gue bisa terbang. Dan seketika.., gue kepecirit.

Entah karena kasihan, capek, atau gak kuat akan bau tahi gue, si anjing bangsat itu pergi menjauh. Ena nangis. Faza sujud syukur. Afif ketawa. Gue, hampir mati.

Disinilah, pertama kali gue belajar bahwa tidak semua yang kita dapat adalah sesuatu yang kita inginkan, kadang adalah sesuatu yang kita butuhkan. Kepecirit.

KEDUA
Cicak. Pertama-tama, gue gak takut sama cicak. Melainkan, gue benci sama cicak!
Sebagian dari diri gue selalu bertanya ‘cicak itu terbuat dari apa!?’, dimana-mana selalu ada cicak. Gak diruang tamu, ruang makan, kamar gue, kamar adek gue, kamar pacar, kamar cowoknya, selalu ada cicak. Yang gue benci adalah, mereka gak punya sopan-santun. Berak dimana-mana. Posisi berak cicak yang paling gue benci adalah, di atas kepala.

Gue lagi asik-asik makan sambil nonton Dxd Highschool bareng adek gue. Tiba-tiba, ada sebutir tahi cicak mendarat ke makanan gue. Gue belum sadar. ‘Dek, kamu naroh meses ke nasi abang?’ tanya gue. ‘nggg...’ belum sempet dia jawab, gue udah motong ‘kayaknya enak deh..’ La Chocolate House Lizard Rice-pun, sukses gue makan. ‘Bang, itu punyanya cicak diatas’. Sejak saat itu gue gak ngomong sama adek gue.

KETIGA
Burung. Nggak kayak cowok pada umumnya yang tergila-gila akan burung hingga rumahnya di penuhi kandang burung, gue malah sebaliknya.
Pertama-tama, gue bukannya takut sama burung. Gue, geli.
Gue geli dari wujudnya yang kecil menggumpal, kenyal-kenyal, dibalut bulu-bulu halus-keras, dan tatapan matanya yang seakan-akan selalu melototi gue kayak gak terima kalo gue ini adalah seonggok manusia.

Pernah suatu ketika, waktu kelas delapan SMP. Ibu kantin langganan gue, menangkap seekor burung didepan kelas. Dengan enteng nan gagah berani dia nyodorin burung itu ke muka gue yang baru aja keluar dari kelas. Sontak gue terejut, dan lari. Melihat kejadian itu, ibu kantin ini malah ngerjain gue dengan ngejar gue sambil teriak “Mas, ini burungnya dipegang mas..! ntar lepas, terbang lagi loh!”, “Bodo amat, Bu! Aku udah punya! Ah!!” Jawab gue sambil ngelilingi lapangan upacara sekitar lima kali.

Semua orang melihat kejadian itu, termasuk pacar gue. Alhasil, dua hari setelah peristiwa tak berbudaya dan tak bermoral itu, gue diputusin sama dia.

Makasih, Bu. Burungnya!

You Might Also Like

0 komentar