Thirty Shades of Chicken Satay

February 26, 2017






...

Belum jodoh.

Kami diberi waktu empat minggu.
Untuk saling bertemu, untuk saling berbagi cerita tentang apa yang telah kami lalui masing-masing, atau, sekedar bercerita tentang sebetapa membekasnya masa lalu kami.


Walaupun demikian, ternyata kami tidak dapat bertemu serutin yang kami bayangkan.

Dalam waktu libur panjang ini ternyata banyak tanggal sibuk yang benar-benar enggan membantu kami untuk saling bertemu.
 
Terhalang acara atau hujan. Selalu begitu.

Pada akhirnya kami terpaksa, mungkin juga memang memaksa.

Ada rindu yang mengamuk, banyak cerita yang tak mampu lagi dibendung.

Malam itu, kami membuat janji untuk bertemu.
Berjanji, apapun yang terjadi.

Karena janji itulah aku masih berani melangkah ke pintu rumahnya, walaupun malam sudah larut. Ya, aku hampir ingkar janji di malam itu, di hari yang membuatku sibuk berkutat dengan kesibukan.

Hina,
Aku masih berani menyapanya dengan riang senang, 
walaupun aku tahu ada kecewa di balik senyum yang menyambutku datang.

Aku, menyesal.

Rencana kami untuk berkeliling kota, menikmati warna senja dan berakhir di tengah keramaian taman kota, itu gagal.
Aku gagal menjadi teman yang baik.

Berpikir keras mencari penggantinya, memeras sisa tenaga, berpacu dengan jam dinding yang terus mendekati tengah malam.

Aku tidak takut dengan tengah malam.
Aku hanya takut portal gang rumahku ditutup. Menyebalkan.

Terlintas ide darinya "ayo makan sate ayam!"
Aku tidak perlu berpikir untuk membalas "ayo" mengiyakan ajakannya.

Bergegas kami pergi dengan harap-harap cemas.
Mengelilingi sudut kota, berharap ada sate ayam yang masih buka, masih mau menerima kami, yang kelaparan.

"Bang, tiga puluh tusuk"

Kami duduk tepat di belakang punggung Abang yang sibuk mengkipas arangnya.

Kami mulai bercerita.
Mulai dari apa yang terjadi hari ini, kemaren, satu minggu yang lalu, hingga cerita pada hari pertama kami bertemu dulu, dan bercerita tentang hari esok, yang akan datang.

Ditemani dengan tiga puluh tusuk sate ayam baru matang, bau harum yang dikibas-kibaskan si Abang, dan alunan merdu gerimis, membuat kombinasi mematikan pembunuh waktu.
Sekali lagi bersamanya,
terciptalah sebuah kenangan, malam itu.

bersambung..?




You Might Also Like

0 komentar